FAST menjual 15% saham JAI senilai Rp54,44 miliar ke SFN untuk memperbaiki struktur modal dan efisiensi rantai pasok ayam KFC.
Kolaborasi dengan SFN diharapkan menekan biaya bahan baku ayam melalui sinergi bisnis hulu dan menjaga profitabilitas.
Tantangan industri cepat saji tetap tinggi akibat kampanye boikot global, inflasi harga ayam, dan lemahnya daya beli masyarakat.
PT FAST Food Indonesia Tbk (IDX: FAST), pemilik waralaba tunggal KFC di Indonesia, resmi melepas sebagian saham anak usaha PT Jagonya Ayam Indonesia (JAI) kepada perusahaan yang dikuasai keluarga pengusaha Haji Isam.
Pelepasan saham ini sebagai bagian dari strategi memperkuat modal dan meningkatkan efisiensi rantai pasok, di tengah tekanan industri makanan cepat saji yang semakin ketat.
Dalam transaksi yang efektif per 30 Juni 2025, FAST menjual 15% saham baru JAI senilai Rp54,44 miliar kepada PT Shankara Fortuna Nusantara (SFN), perusahaan yang dikendalikan Liana Saputri, putri sulung Haji Isam, bersama dua rekannya.
Setelah transaksi ini, FAST tetap mempertahankan status sebagai pemegang saham pengendali JAI dengan kepemilikan mayoritas sebesar 55%.
Aksi korporasi ini terjadi ketika perusahaan menghadapi tantangan struktural dari kompetisi yang ketat, dampak kampanye boikot internasional, hingga tekanan daya beli konsumen akibat inflasi.
Manajemen menyebut langkah ini sebagai salah satu inisiatif memperkuat struktur keuangan dan daya tahan operasional JAI, yang selama ini mengelola suplai ayam untuk gerai KFC di Indonesia.
Baca Juga:
Ekosistem Promedia Dorong 24jamnews.com Jadi Rumah Baru Media Lokal
TEI ke-40 Resmi Ditutup, Mendag Busan: Transaksi Lewati Target, Capai USD 22,80 Miliar
Konsisten Dukung UMKM, BRI Raih Penghargaan Pilar Sosial ESG
“Dengan masuknya SFN sebagai mitra strategis, kami berharap kolaborasi bisa meningkatkan efisiensi biaya bahan baku melalui sinergi hulu, serta memperbaiki fleksibilitas operasional,” tulis manajemen FAST.
Pernyataan itu tercatat dalam pernyataan keterbukaan informasi resmi di Bursa Efek Indonesia pada 3 Juli 2025 (idx.co.id).
Penjualan Saham untuk Memperbaiki Struktur Modal dan Memperkuat Rantai Pasok Ayam Nasional
Penjualan 41.877 saham Seri A baru JAI dilakukan setelah proses evaluasi internal sejak kuartal I/2025, yang berfokus pada penguatan ekuitas dan integrasi bisnis hulu ke hilir.
Dalam struktur baru, SFN yang dimiliki Liana Saputri (45%), Putra Rizky Bustaman (45%), dan Bani Adityasuny Ismiarso (10%) kini menjadi pemegang minoritas signifikan di JAI.
Baca Juga:
BRI Luncurkan RTT Medan, Perkuat Layanan Treasury di Sumatra
Hari Sungai Sedunia, BRI Peduli Ajak Jaga Tukad Badung Bali
Digitalisasi BRI Dominasi Transaksi, Bank Konvensional Kian Menciut
Analis pasar menilai langkah ini cukup tepat di tengah kondisi harga bahan baku ayam yang cenderung fluktuatif dalam dua tahun terakhir.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan rata-rata harga daging ayam nasional melonjak 7,8% pada 2024 dibandingkan 2023.
JAI sendiri sudah dikenal sebagai unit penting dalam rantai pasok FAST, dengan bisnis terintegrasi dari produksi pakan, peternakan, hingga pemrosesan ayam beku.
“Kerja sama dengan SFN yang punya lini bisnis serupa diharapkan bisa menurunkan harga pokok penjualan melalui skala ekonomi lebih besar,” kata Direktur Keuangan FAST, Anthony Cottan, dalam keterangan pers.
Namun, Anthony mengingatkan bahwa meskipun inisiatif ini memperkuat sisi suplai, permintaan dari konsumen masih menjadi tantangan terbesar tahun ini, sehingga perusahaan tetap berhati-hati dalam memperluas jaringan gerai.
Kampanye Boikot dan Melemahnya Daya Beli Konsumen Menekan Kinerja KFC
Menurut Muhammad Wafi, analis sektor konsumer dari Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), tekanan terhadap industri makanan cepat saji belum akan mereda dalam waktu dekat.
Baca Juga:
Kisah Kopi Toejoean: Naik Kelas Berkat LinkUMKM dan BRI
Hari Tani, BRI Perkuat Dukungan untuk Sektor Pertanian
Kisah AgenBRILink LQQ: Ciptakan Lapangan Kerja dan Permudah Transaksi
Dia mencatat bahwa boikot terhadap merek-merek global yang terafiliasi dengan Amerika Serikat, termasuk KFC, masih terasa hingga paruh pertama 2025.
“Industri ini menghadapi tiga tantangan besar: kampanye boikot yang signifikan, biaya operasional tinggi akibat inflasi upah dan energi, serta lemahnya daya beli masyarakat,” kata Wafi
Wafi menambahkan, efek kampanye boikot juga tercermin pada penurunan trafik pelanggan di gerai KFC yang cukup merata, mirip dengan yang dialami McDonald’s, Pizza Hut, Dunkin’, hingga Starbucks secara global.
“Jika KFC ingin kembali kompetitif, mereka perlu segera melakukan kampanye komunikasi yang efektif untuk meredam persepsi negatif, sembari terus menekan biaya operasional dan mengandalkan pemulihan daya beli masyarakat kelas menengah,” ujarnya.
Laporan keuangan FAST per Maret 2025 mencatat penurunan laba bersih kuartalan sebesar 19% dibandingkan periode sama tahun lalu, meski pendapatan hanya turun 4%, menunjukkan margin laba yang tergerus biaya operasional dan harga bahan baku.
Konsolidasi Bisnis Hulu Sebagai Pijakan Strategis Menghadapi Gejolak Pasar Domestik
Terlepas dari tantangan eksternal, beberapa analis melihat FAST memiliki fondasi jangka panjang yang lebih kokoh berkat strategi integrasi vertikal.
Melalui JAI, FAST sudah membangun fasilitas produksi pakan ternak, peternakan ayam terintegrasi, serta pabrik pengolahan ayam di berbagai daerah sejak 2016.
Langkah ini dinilai berhasil menjaga pasokan ayam yang stabil, dengan harga bahan baku lebih rendah dibandingkan mengandalkan pemasok eksternal sepenuhnya.
Kini dengan tambahan sinergi SFN yang juga berpengalaman di sektor agribisnis ayam, FAST berharap bisa memperbaiki margin keuntungan.
“Langkah kolaborasi dengan pemain yang sudah punya ekosistem bisnis ayam bisa memperkuat bargaining power dan menjamin kontinuitas pasokan di tengah harga ayam nasional yang cenderung volatil,” ujar seorang ekonom.
Dia memperingatkan bahwa langkah ini belum tentu berdampak instan pada kinerja keuangan dalam enam bulan mendatang, mengingat sisi permintaan yang belum sepenuhnya pulih.
“Pasar tetap akan menunggu pemulihan sentimen konsumen terhadap merek global, terutama di daerah urban yang terkena dampak kampanye boikot paling besar,” katanya.
Strategi Bertahan di Tengah Badai Memerlukan Komunikasi Publik yang Lebih Agresif
Langkah FAST menggandeng keluarga Haji Isam melalui SFN menunjukkan bahwa perusahaan berusaha memperbaiki kesehatan keuangan jangka menengahnya.
Namun keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada dua faktor utama: pemulihan daya beli masyarakat kelas menengah-bawah dan keberhasilan mengembalikan kepercayaan publik pasca-boikot.
Industri makanan cepat saji masih akan menghadapi tekanan dari biaya operasional tinggi akibat kenaikan harga energi dan kenaikan upah minimum yang diproyeksikan mencapai 6% pada akhir 2025, berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan.
Perusahaan juga dituntut untuk semakin transparan dan responsif terhadap sentimen konsumen, termasuk mengomunikasikan strategi keberlanjutan dan kemitraan lokal secara lebih terbuka, untuk memperbaiki persepsi merek.
Sebagai salah satu pemain terbesar di sektor restoran cepat saji Indonesia, langkah FAST akan menjadi barometer strategi adaptasi bisnis waralaba global di pasar domestik yang penuh tantangan dalam dua hingga tiga tahun mendatang.***


					












